BERITA

Di era digital, hubungan antarnegara nggak lagi hanya ditentukan oleh diplomasi politik, ekonomi, atau budaya. Ada satu ranah baru yang semakin krusial: dunia maya. Internet kini jadi arena strategis, tempat aliran data, transaksi bisnis, komunikasi politik, bahkan operasi militer berlangsung. Karena itu, muncul istilah cyber diplomacy, yaitu diplomasi yang fokus

Ketika PBB merancang Sustainable Development Goals (SDGs), ada 17 tujuan besar yang dicanangkan untuk mengatasi tantangan dunia—mulai dari kemiskinan, kesehatan, pendidikan, hingga perubahan iklim. Targetnya ambisius: semua itu harus tercapai pada 2030. Tapi tentu saja, nggak mungkin mengandalkan cara-cara konvensional. Di sinilah teknologi berperan sebagai mesin akselerasi. Teknologi untuk

Dulu, ilmu pengetahuan sering terkungkung di ruang-ruang terbatas—tersimpan dalam jurnal mahal, aksesnya hanya untuk kalangan akademisi tertentu, dan distribusinya lambat. Tapi sekarang, dunia bergerak ke arah open science: ilmu pengetahuan yang lebih terbuka, inklusif, dan bisa diakses siapa saja. Konsep ini nggak cuma soal keterbukaan data, tapi juga soal

Perubahan iklim bukan lagi isu masa depan—ia sudah ada di depan mata. Dari gelombang panas ekstrem, banjir bandang, hingga krisis pangan global, dampaknya makin terasa di seluruh dunia. Karena sifatnya lintas batas, masalah iklim nggak bisa diselesaikan oleh satu negara saja. Butuh kebijakan net zero global yang bisa menyatukan

Kecerdasan buatan (AI) sudah masuk ke hampir semua lini kehidupan—dari aplikasi sehari-hari kayak rekomendasi film di Netflix, chatbot yang bantu kerja, sampai sistem analitik besar yang dipakai pemerintah. Tapi, ada satu ranah yang sering terlewat kalau kita ngomongin AI: hubungan internasional. Di era globalisasi digital, AI bukan cuma teknologi,

Kalau biasanya diplomasi identik dengan negara dan pejabat tinggi, ada fenomena baru yang nggak kalah penting: urban diplomacy atau diplomasi antar kota. Di era digital, kota-kota besar nggak lagi cuma pusat ekonomi dan budaya, tapi juga jadi aktor penting dalam hubungan global. Dengan perkembangan smart city, kota sekarang bisa terhubung

Kalau bicara teknologi masa depan, quantum computing adalah salah satu kata kunci yang paling sering disebut. Banyak ahli menyebutnya sebagai “lompatan revolusioner” setelah era komputer klasik. Bayangkan, masalah yang butuh ribuan tahun untuk dihitung oleh komputer super tradisional bisa diselesaikan hanya dalam hitungan detik oleh komputer kuantum. Tapi menariknya, quantum

UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) adalah tulang punggung ekonomi banyak negara, termasuk Indonesia. Kontribusi UMKM terhadap PDB nasional sangat besar, tapi sayangnya, banyak UMKM masih kesulitan menembus pasar global. Di era digital, tantangan itu mulai bisa diatasi lewat digitalisasi. Cloud computing, e-commerce, dan platform perdagangan internasional membuka peluang baru

Di tengah derasnya inovasi digital, satu hal yang nggak boleh ketinggalan adalah etika. Teknologi yang super canggih sekalipun bisa jadi masalah kalau tidak mempertimbangkan aspek inklusif, keberagaman, dan keadilan sosial. Dari sinilah muncul istilah ethical tech design—sebuah pendekatan untuk memastikan bahwa teknologi yang kita buat bukan hanya fungsional, tapi

Kalau dulu istilah diplomasi identik dengan pertemuan formal antarnegara di ruang sidang megah, kini muncul wajah baru yang lebih digital: cloud diplomacy. Konsep ini lahir dari kebutuhan global untuk mengatur, mengelola, dan menyepakati aturan bersama terkait teknologi cloud computing yang lintas batas negara. Cloud sudah jadi bagian vital dari kehidupan