Strategi Green Digital Economy di Negara Berkembang

Dunia sedang bergerak cepat ke arah ekonomi digital. Tapi di sisi lain, planet kita menuntut hal yang sama pentingnya: keberlanjutan. Dua arus besar ini — digitalisasi dan ekonomi hijau — kini saling bersinggungan dan melahirkan konsep baru yang disebut green digital economy, atau ekonomi digital hijau.

Konsep ini bukan sekadar tren, tapi strategi global untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan tanggung jawab lingkungan. Tantangannya? Bagaimana negara-negara berkembang bisa ikut dalam transformasi ini, tanpa tertinggal secara teknologi maupun ekonomi.

Artikel ini akan mengupas strategi, tantangan, dan peluang negara berkembang dalam membangun green digital economy, serta bagaimana teknologi bisa menjadi alat perubahan yang berdampak nyata bagi masa depan planet dan masyarakat global.


Menggabungkan Dua Dunia: Ekonomi Hijau dan Digitalisasi

Sebelum jauh membahas strategi, penting untuk memahami dulu dua pilar utama yang menyusun konsep green digital economy.

1. Ekonomi Hijau (Green Economy)

Ekonomi hijau menekankan pada pertumbuhan ekonomi yang tidak merusak lingkungan. Fokusnya pada penggunaan energi bersih, efisiensi sumber daya, dan pengurangan emisi karbon. Prinsip utamanya adalah: people, planet, and profit berjalan beriringan.

2. Ekonomi Digital (Digital Economy)

Sementara itu, ekonomi digital mencakup semua aktivitas ekonomi yang berbasis teknologi digital — mulai dari e-commerce, fintech, hingga industri AI dan big data. Ia berperan besar dalam mempercepat inovasi dan membuka akses ekonomi di seluruh dunia.

Ketika dua konsep ini digabung, lahirlah green digital economy — sistem ekonomi yang memanfaatkan teknologi digital untuk mempercepat transisi menuju keberlanjutan lingkungan.


Mengapa Negara Berkembang Harus Terlibat?

Beberapa orang mungkin berpikir, “Ekonomi hijau itu untuk negara maju saja.” Padahal justru negara berkembang yang punya peran penting.

Pertama, karena mereka sedang tumbuh cepat — artinya keputusan hari ini akan menentukan arah pembangunan puluhan tahun ke depan. Kedua, karena mereka memiliki potensi besar dalam energi terbarukan dan sumber daya manusia digital yang semakin meningkat.

Negara-negara di Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Latin punya kesempatan emas untuk membangun model ekonomi baru yang lebih hijau dan lebih cerdas secara digital.

Selain itu, banyak negara berkembang kini menjadi laboratorium alami bagi inovasi berkelanjutan, misalnya lewat solusi teknologi untuk energi desa, digitalisasi pertanian, atau smart city berbasis efisiensi energi.


Pilar Utama Green Digital Economy

Untuk mewujudkan green digital economy, ada beberapa fondasi penting yang perlu diperhatikan. Negara berkembang harus membangun strategi yang menyentuh aspek teknologi, kebijakan, dan perilaku masyarakat.

1. Energi Terbarukan sebagai Fondasi Digital Hijau

Tak ada ekonomi hijau tanpa energi bersih. Transisi ke sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan biomassa adalah langkah kunci.

Namun, dalam konteks digital, ini berarti memastikan seluruh infrastruktur digital — mulai dari data center, jaringan 5G, hingga cloud computing — dijalankan dengan sumber energi ramah lingkungan.

Beberapa perusahaan besar sudah mulai menerapkan hal ini. Google dan Amazon Web Services misalnya, berkomitmen untuk 100% energi terbarukan. Tapi di negara berkembang, langkah ini baru dimulai.

Pemerintah perlu memberi insentif bagi penggunaan energi bersih dalam sektor teknologi, agar digitalisasi tidak justru memperburuk jejak karbon.

Baca juga: Energi Terbarukan dan Akselerasi Ekonomi Hijau Global – tentang bagaimana transformasi ekonomi hijau digital sedang menjadi agenda utama pembangunan dunia.

2. Digitalisasi untuk Efisiensi dan Transparansi

Teknologi digital dapat membantu berbagai sektor menjadi lebih efisien — dari rantai pasok industri hingga pengelolaan energi.

Contohnya:

  • IoT (Internet of Things) bisa memonitor konsumsi energi secara real-time.
  • AI dan big data membantu perusahaan mengoptimalkan proses produksi agar lebih hemat energi.
  • Blockchain memungkinkan transparansi rantai pasok hijau, sehingga konsumen tahu apakah produk yang mereka beli benar-benar ramah lingkungan.

Digitalisasi bukan hanya tentang kecepatan, tapi juga tentang efisiensi sumber daya dan tanggung jawab lingkungan.

3. Inovasi Hijau Berbasis Teknologi

Negara berkembang punya potensi besar dalam inovasi lokal. Misalnya, startup di Kenya yang mengubah limbah plastik menjadi bahan bangunan, atau perusahaan rintisan di Indonesia yang menciptakan aplikasi untuk mengelola sampah digital (e-waste).

Inovasi seperti ini bukan hanya berdampak sosial, tapi juga ekonomis. Dengan dukungan ekosistem yang tepat, mereka bisa menjadi motor penggerak green digital economy di tingkat nasional.

Simak juga: Model Bisnis Berkelanjutan untuk Organisasi Global – membahas contoh inovasi hijau berbasis teknologi yang menginspirasi perusahaan di seluruh dunia.

Strategi Negara Berkembang untuk Membangun Green Digital Economy

Setiap negara tentu punya pendekatan sendiri, tergantung pada kapasitas teknologi dan prioritas pembangunan. Tapi ada beberapa strategi umum yang bisa diterapkan agar transformasi menuju ekonomi digital hijau bisa berjalan efektif dan inklusif.

1. Menyusun Peta Jalan (Roadmap) Digital Hijau

Langkah pertama adalah membuat rencana nasional yang jelas tentang bagaimana sektor digital bisa mendukung transisi hijau.

Misalnya, menetapkan target pengurangan emisi karbon di sektor digital, mendorong adopsi teknologi hijau di industri, serta menyediakan dana riset dan inovasi untuk solusi berkelanjutan.

Beberapa negara seperti Singapura dan Korea Selatan sudah memiliki roadmap green tech. Negara berkembang bisa meniru langkah ini dengan menyesuaikan kapasitas lokal.

2. Investasi pada Infrastruktur Ramah Lingkungan

Pusat data dan jaringan telekomunikasi adalah tulang punggung ekonomi digital. Tapi keduanya juga memakan energi sangat besar. Oleh karena itu, pembangunan data center berbasis energi terbarukan dan sistem pendingin efisien menjadi krusial.

Selain itu, perlu mendorong penggunaan hardware sirkular — perangkat yang bisa didaur ulang atau digunakan kembali — untuk mengurangi limbah elektronik.

3. Literasi Digital dan Kesadaran Ekologis

Transformasi digital hijau tak akan berjalan tanpa perubahan perilaku masyarakat. Literasi digital perlu diperluas agar publik paham bahwa setiap tindakan online pun punya dampak lingkungan.

Mulai dari streaming video, penyimpanan cloud, hingga transaksi blockchain — semuanya memakan energi. Dengan kesadaran ini, pengguna bisa lebih bijak dalam berteknologi.

4. Dukungan Regulasi dan Insentif

Pemerintah harus menciptakan kebijakan yang mendukung inovasi hijau digital, seperti:

  • Pajak karbon untuk industri digital besar.
  • Insentif bagi startup teknologi hijau.
  • Standar keberlanjutan bagi perusahaan IT.

Kebijakan seperti ini menciptakan ekosistem yang kondusif agar bisnis tidak hanya fokus pada keuntungan, tapi juga tanggung jawab lingkungan.

5. Kemitraan Internasional

Negara berkembang perlu membangun kolaborasi global untuk transfer teknologi dan pembiayaan. Lembaga multilateral seperti World Bank, UNDP, dan Asian Development Bank kini aktif mendukung proyek digital hijau di berbagai negara.

Kolaborasi ini penting agar kesenjangan digital tidak melahirkan kesenjangan hijau baru.


Tantangan yang Harus Dihadapi

Walaupun potensinya besar, penerapan green digital economy di negara berkembang tidak mudah. Ada beberapa hambatan yang perlu diatasi:

1. Keterbatasan Infrastruktur Energi Bersih

Banyak negara berkembang masih bergantung pada bahan bakar fosil. Ini membuat digitalisasi berpotensi menambah emisi karbon, terutama dari pusat data dan jaringan telekomunikasi.

2. Akses Modal dan Teknologi

Transisi hijau membutuhkan investasi besar. Sayangnya, akses pendanaan untuk proyek berkelanjutan masih terbatas, terutama bagi startup kecil.

3. Kurangnya Kebijakan dan Insentif

Tanpa kebijakan yang jelas, sektor swasta sulit bergerak. Pemerintah perlu memperkuat koordinasi lintas kementerian untuk menyatukan arah antara transformasi digital dan transisi hijau.

4. Kesenjangan Digital

Negara berkembang masih berjuang dengan masalah dasar seperti internet lambat, biaya perangkat mahal, dan literasi digital rendah. Padahal fondasi ini penting untuk menjalankan ekonomi digital hijau secara inklusif.


Peluang dan Dampak Positif Green Digital Economy

Meski banyak tantangan, peluang yang muncul tidak kalah besar. Berikut beberapa dampak positif yang bisa dicapai bila negara berkembang serius menerapkan strategi ekonomi digital hijau:

1. Penciptaan Lapangan Kerja Baru

Sektor energi terbarukan dan teknologi digital sama-sama padat karya. Kombinasi keduanya bisa menciptakan ribuan pekerjaan baru, mulai dari teknisi energi, analis data, hingga pengembang perangkat lunak berkelanjutan.

2. Efisiensi dan Transparansi Ekonomi

Digitalisasi membuat aktivitas ekonomi lebih terpantau dan efisien. Misalnya, sistem blockchain untuk sertifikasi karbon atau aplikasi yang melacak jejak emisi produk.

3. Reputasi dan Daya Saing Global

Negara yang mengintegrasikan keberlanjutan dalam strategi digitalnya akan lebih dipercaya investor dan mitra internasional. Ini meningkatkan posisi dalam rantai pasok global.

4. Ketahanan Iklim dan Sosial

Teknologi bisa membantu masyarakat menghadapi dampak perubahan iklim — dari sistem peringatan dini berbasis AI hingga aplikasi pertanian cerdas yang membantu petani menyesuaikan pola tanam.


Masa Depan: Ekonomi Digital Hijau sebagai Normal Baru

Ke depan, green digital economy tidak lagi sekadar proyek idealis, melainkan kebutuhan nyata. Perusahaan, pemerintah, hingga konsumen akan menuntut sistem ekonomi yang cerdas sekaligus bertanggung jawab terhadap bumi.

Negara berkembang harus melihat ini bukan sebagai beban, tapi peluang untuk melompat lebih jauh. Dengan strategi tepat, mereka bisa langsung membangun infrastruktur digital yang hijau sejak awal — tanpa harus melewati masa “boros energi” seperti negara industri dulu.


Saatnya Hijau dan Digital Berjalan Bersama

Ekonomi hijau dan digitalisasi seharusnya bukan dua hal yang terpisah. Justru, keduanya bisa menjadi pasangan sempurna untuk membangun masa depan yang berkelanjutan, adil, dan inovatif.

Dengan komitmen, kolaborasi, dan strategi yang matang, negara berkembang bisa menjadi contoh bagaimana green digital economy bukan hanya jargon, tapi jalan nyata menuju kemakmuran yang ramah lingkungan.