Kebijakan Teknologi Pro-Rakyat dalam Forum Internasional
Teknologi seharusnya menjadi alat untuk memajukan manusia — bukan hanya memajukan segelintir perusahaan besar atau kepentingan negara tertentu.
Namun, di tengah derasnya arus digitalisasi dan otomatisasi global, muncul pertanyaan yang makin relevan: apakah teknologi hari ini benar-benar berpihak pada rakyat?
Inilah konteks yang melahirkan gerakan kebijakan teknologi pro-rakyat — sebuah upaya global untuk memastikan inovasi digital tidak menciptakan kesenjangan baru, melainkan membuka kesempatan bagi semua orang untuk tumbuh, belajar, dan hidup lebih baik.
Dalam forum-forum internasional, seperti PBB, G20, dan OECD, wacana ini semakin menguat. Dunia sepakat bahwa masa depan digital harus dibangun di atas prinsip keadilan sosial, keterbukaan, dan kemanusiaan.
Mengapa Dunia Butuh Kebijakan Teknologi yang Pro-Rakyat
Teknologi berkembang jauh lebih cepat daripada kebijakan publik.
AI, robotika, dan big data telah mengubah ekonomi, politik, bahkan cara manusia bekerja — tapi kebijakan global sering tertinggal jauh di belakang.
Akibatnya, muncul jurang antara mereka yang diuntungkan oleh teknologi dan mereka yang tertinggal karenanya.
1. Ketimpangan Akses Teknologi
Masih ada miliaran orang yang belum terhubung ke internet.
Tanpa kebijakan yang adil, mereka akan semakin terpinggirkan dalam ekonomi digital global.
2. Otomatisasi dan Ketidakpastian Pekerjaan
Robot dan AI menggantikan banyak jenis pekerjaan tradisional.
Tanpa kebijakan protektif, kelas pekerja berisiko kehilangan penghidupan tanpa jaring pengaman sosial yang memadai.
3. Privasi dan Hak Digital
Banyak platform digital memanfaatkan data pengguna tanpa izin atau pemahaman yang cukup.
Kebijakan pro-rakyat berarti menempatkan pengguna kembali sebagai pemilik data, bukan sekadar objek bisnis.
4. Konsentrasi Kekuasaan Teknologi
Beberapa perusahaan raksasa teknologi kini memiliki kekuatan yang bahkan melampaui negara.
Ketimpangan ini berpotensi mengancam kedaulatan digital dan keadilan sosial global.
Apa Itu Kebijakan Teknologi Pro-Rakyat
Kebijakan teknologi pro-rakyat adalah kerangka kerja yang berfokus pada penggunaan teknologi untuk kesejahteraan sosial, bukan semata profit atau kontrol.
Ia menempatkan manusia sebagai pusat inovasi, bukan algoritma atau pasar.
Prinsip utamanya meliputi:
- Inklusivitas digital: semua orang berhak atas akses teknologi dan internet.
- Keadilan ekonomi: otomatisasi harus disertai dengan kebijakan perlindungan tenaga kerja.
- Transparansi algoritma: masyarakat berhak tahu bagaimana sistem digital bekerja dan memengaruhi kehidupan mereka.
- Partisipasi publik: kebijakan teknologi tidak boleh hanya dibuat oleh elite politik dan industri, tetapi juga oleh warga.
Dinamika Global dalam Kebijakan Teknologi
Kebijakan teknologi kini menjadi topik penting dalam berbagai forum internasional.
Dunia menyadari bahwa masa depan digital yang adil hanya bisa dicapai melalui kolaborasi lintas negara.
1. G20 dan Ekonomi Digital yang Inklusif
Dalam pertemuan G20 beberapa tahun terakhir, isu inklusi digital menjadi fokus utama.
Negara-negara anggota berkomitmen membangun kebijakan teknologi yang mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa meninggalkan masyarakat kecil.
2. PBB dan Sustainable Development Goals (SDGs)
PBB menegaskan bahwa teknologi harus menjadi alat untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama dalam bidang pendidikan, pekerjaan layak, dan pengurangan ketimpangan.
3. OECD dan Etika AI
OECD memperkenalkan AI Principles yang menekankan tanggung jawab sosial dan etika dalam pengembangan kecerdasan buatan.
Tujuannya agar AI tidak menimbulkan diskriminasi atau ketimpangan baru.
4. Uni Eropa dan Digital Rights
Uni Eropa memimpin dalam memperjuangkan hak digital sebagai bagian dari hak asasi manusia modern.
Regulasi seperti GDPR dan AI Act menjadi contoh konkret kebijakan yang berpihak pada masyarakat.
Membangun Ekosistem Teknologi yang Berkeadilan
Untuk menciptakan kebijakan pro-rakyat, negara dan lembaga internasional perlu menggabungkan tiga elemen penting: kebijakan, etika, dan partisipasi.
1. Kebijakan Publik yang Adaptif
Kebijakan harus fleksibel terhadap perkembangan teknologi baru.
Misalnya, regulasi untuk AI harus mempertimbangkan dampaknya terhadap pekerjaan dan privasi masyarakat.
Baca juga: Regulasi Global untuk Teknologi AI dan Otomasi – membahas pentingnya kebijakan teknologi yang berkeadilan di tengah ekspansi otomatisasi global.
2. Etika Digital dan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan teknologi tidak bisa hanya mengejar efisiensi.
Mereka juga harus bertanggung jawab atas dampak sosial dan psikologis yang ditimbulkan oleh inovasi mereka, seperti penyebaran disinformasi atau kecanduan digital.
3. Partisipasi Publik dan Demokrasi Digital
Kebijakan pro-rakyat berarti melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.
Platform partisipasi digital seperti Decidim dan OpenGov memungkinkan warga memberi masukan terhadap rancangan kebijakan teknologi di negaranya.
Peran Negara Berkembang dalam Forum Global
Negara berkembang punya posisi unik dalam membentuk arah kebijakan teknologi dunia.
Mereka bukan hanya pengguna teknologi, tapi juga laboratorium sosial di mana dampak digitalisasi paling terasa.
1. Tantangan: Keterbatasan Infrastruktur
Banyak negara berkembang masih tertinggal dalam akses internet dan SDM digital.
Tanpa dukungan global, sulit bagi mereka untuk ikut menetapkan standar teknologi internasional.
2. Peluang: Inovasi Lokal yang Relevan
Justru karena keterbatasan itu, banyak solusi inovatif lahir dari negara berkembang — seperti sistem pembayaran digital di Afrika, atau startup pendidikan di Asia Tenggara.
3. Kolaborasi Selatan–Selatan
Negara-negara di Global South kini mulai bekerja sama untuk berbagi pengalaman dan teknologi, membangun kebijakan yang lebih sesuai dengan konteks lokal.
Teknologi dan Keadilan Sosial: Dua Sisi yang Harus Seimbang
Teknologi bisa menciptakan dunia yang lebih adil — tapi juga bisa memperdalam ketimpangan.
Kebijakan pro-rakyat berperan memastikan bahwa kemajuan digital berjalan beriringan dengan nilai-nilai kemanusiaan.
1. Perlindungan Hak Digital
Warga harus memiliki kontrol penuh terhadap data dan privasi mereka.
Hak untuk “terlupakan” (right to be forgotten) dan hak untuk transparansi algoritma perlu diakui secara global.
2. Redistribusi Manfaat Ekonomi Digital
Ekonomi digital menghasilkan nilai triliunan dolar setiap tahun.
Namun, sebagian besar keuntungannya terkonsentrasi di perusahaan besar.
Kebijakan pro-rakyat perlu mendorong mekanisme pajak digital yang adil agar manfaatnya bisa dinikmati oleh masyarakat luas.
3. Pekerjaan dan Keterampilan Masa Depan
Otomatisasi memang tak terelakkan, tapi kebijakan publik harus memastikan adanya reskilling dan upskilling agar pekerja bisa beradaptasi dengan perubahan pasar kerja.
4. Inovasi untuk Kepentingan Sosial
Teknologi harus diarahkan untuk menyelesaikan masalah dunia nyata — seperti perubahan iklim, pendidikan, dan kesehatan.
Inovasi sosial berbasis teknologi bisa menjadi motor kemajuan baru bagi dunia.
Studi Kasus: Kebijakan Pro-Rakyat di Dunia Nyata
1. Eropa – Digital Services Act (DSA)
Undang-undang ini menegakkan tanggung jawab platform digital terhadap konten yang beredar.
Tujuannya: menciptakan ruang digital yang lebih aman dan bebas dari ujaran kebencian.
2. Kenya – Digital ID dan Inklusi
Kenya menggunakan sistem identitas digital untuk memperluas akses ke layanan keuangan dan sosial bagi masyarakat miskin.
Contoh nyata bagaimana kebijakan digital bisa mendukung pemerataan.
3. Korea Selatan – Smart Welfare System
Melalui integrasi data publik, pemerintah Korea memastikan bantuan sosial lebih tepat sasaran.
Kebijakan ini menjadi bukti bahwa digitalisasi bisa memperkuat keadilan sosial bila dirancang dengan prinsip pro-rakyat.
Tantangan Global dalam Mewujudkan Kebijakan Pro-Rakyat
Meski banyak inisiatif positif, masih ada beberapa hambatan besar yang menghalangi penerapan kebijakan pro-rakyat di dunia.
1. Dominasi Korporasi Teknologi
Perusahaan besar memiliki sumber daya untuk memengaruhi arah kebijakan global.
Keseimbangan antara kepentingan publik dan korporasi masih menjadi isu krusial.
2. Fragmentasi Regulasi
Setiap negara punya aturan sendiri tentang data, AI, dan keamanan siber.
Tanpa harmonisasi, kolaborasi internasional sulit dijalankan secara efektif.
3. Kurangnya Representasi Masyarakat Sipil
Forum-forum global sering didominasi oleh pejabat dan korporasi.
Keterlibatan masyarakat sipil masih perlu diperkuat agar kebijakan benar-benar mencerminkan kebutuhan rakyat.
Menuju Tata Kelola Teknologi yang Adil dan Inklusif
Masa depan kebijakan teknologi harus dibangun dengan prinsip bahwa teknologi adalah alat, bukan tujuan.
Dan alat itu harus digunakan untuk memperluas kesempatan, bukan mempersempitnya.
Lihat juga: Hak Digital sebagai Hak Asasi Global – membahas pentingnya akses adil terhadap teknologi sebagai bagian dari hak manusia di era digital.
Untuk itu, diperlukan:
- Kolaborasi global antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil.
- Kebijakan berbasis data yang mempertimbangkan dampak sosial nyata.
- Standar etika internasional untuk teknologi baru seperti AI, IoT, dan blockchain.
- Akses universal terhadap konektivitas dan pendidikan digital.
Saatnya Dunia Menjadikan Teknologi Sebagai Alat Keadilan
Teknologi bukan musuh manusia — tapi tanpa arah kebijakan yang jelas, ia bisa menjadi alat ketimpangan baru.
Kebijakan teknologi pro-rakyat mengingatkan kita bahwa inovasi sejati bukan hanya tentang kecepatan atau kecanggihan, tapi tentang siapa yang diuntungkan.
Ketika forum internasional mampu menyusun kebijakan yang memihak manusia, bukan hanya pasar, maka dunia digital masa depan akan lebih manusiawi, adil, dan berkelanjutan.